Sabtu, 17 Desember 2011

Drama "Kisah Nabi Musa AS" oleh Siswa-siswi SDI Darut Taqwa Surabaya

Kisah Nabi Musa Membelah Lautan

Nabi Musa A.S. adalah seorang bayi yang dilahirkan dikalangan Bani Isra’il. Pada saat itu, negeri Mesir diperintah oleh seorang raja bernama Fir’aun. Raja Fir’aun terkenal sangat kejam dan zalim. Ia memerintah negaranya dengan kekerasan, penindasan, dan melakukan sesuatu dengan sewenang-wenangnya. Rakyatnya hidup dalam ketakutan dan rasa tidak aman tentang jiwa dan harta benda mereka, terutama Bani Isra’il. Raja Fir’aun yang sedang mabuk kuasa yang tidak terbatas itu, bergelimpangan dalam kenikmatan dan kesenangan duniawi yang tiada taranya, bahkan mengumumkan dirinya sebagai Tuhan yang harus disembah oleh rakyatnya. Siapa saja yang tak mau bertuhan kepadanya akan dibunuh.

BABAK I

Raja Fir’aun    : “Hai……penduduk Mesir. Akulah raja dan Tuhanmu. Para prajuritku, siapa saja yang berani tidak mau menyembahku dan melawan perintahku. Bunuh mereka!”
Para prajurit   : “Baik, Baginda Raja. Kami siap melaksanakan titah Baginda.”

Para prajurit berkeliling ke seluruh kota. Mereka membunuh orang-orang yang tidak mau menyerahkan harta dan menyembah Fir’aun. Para prajurit tiba di sebuah gubuk. Mereka mengetuk pintu dengan keras dan kasar.

Prajurit I        : “Hai….Pak Tua. Buka pintunya cepat!”
Pak Tua        : “Ampun Tuan…. Apa yang Tuan inginkan?”
Prajurit 2       : “Pak Tua. Jangan pura-pura tidak tahu! Bukankah raja Fir’aun memerintahkan seluruh rakyat harus menyembah dan menyerahkan hartanya kepada Raja Fir’aun.”
Nenek           : “Ya…Tuan. Kami tahu”
Prajurit I        : “Tapi mengapa kalian tidak menyerahkan persembahan untuk raja kita?”
Pak Tua        : “Tuan…kami gagal panen sehingga kami tidak bisa menyerahkan persembahan.”
Prajurit I       : “Jangan banyak alasan. Pengawal, cepat seret kedua orang tua itu!”
Pak Tua
& Nenek        : “Ampun Tuan…..jangan bunuh kami! Kami benar-benar tidak punya apa-apa.”
Prajurit 3       : “Jangan banyak bicara!”
(Para prajurit itu membawa kedua orang tua itu dan membunuhnya. Itulah kekejaman para prajurit Fri’aun yang menyiksa rakyat kecil dengan kejam)

Pada suatu hari Fir’aun bermimpi, ia melihat negerinya habis terbakar, rakyatnya banyak yang mati dan yang tertinggal hanyalah orang-orang Bani Isra’il. Fir’aun pun penasaran. Ia ingin tahu apa arti mimpinya itu. Ia pun mencari seorang peramal.
Raja Fir’aun    : “Pengawal, cari aku peramal tersohor di negeri ini!”
Prajurit 1       : “Baiklah….Baginda Raja. Hamba akan segera laksanakan.”

Tak lama kemudian, datanglah para pengawal membawa seorang ahli nujum.
Prajurit 1       : “Ampun…Baginda Raja. Ini ahli nujum yang Baginda cari.”
Raja Fir’aun    : “Hai…ahli nujum. Apakah kamu memang ahli nujum yang hebat.”
Ahli Nujum     : “Baginda Raja, kehebatan hamba meramal sudah terbukti di seluruh negeri”
Raja Fir’aun    : “Hai…si ahli nujum. Kemarin aku bermimpi melihat negeriku habis terbakar, banyak rakyatku yang mati, dan yang tertinggal hanyala orang-orang Bani Isra’il.”
Ahli Nujum     : “Menurut penerawangan hamba, akan lahir seorang bayi laki-laki dari bangsa Isra’il. Kelak ia dewasa akan meruntuhkan kekuasaan Baginda Raja.”
Raja Fir’aun    : “Apa? Hai si ahli nujum, jangan main-main dengan ucapanmu! Jika kamu salah, kepalamu yang jadi taruhannya.”
Ahli Nujum     : “Ampun, Baginda Raja. Hamba tidak berani. Hamba berkata jujur.”
Raja Fir’aun    : “Wah…gawat! Wahai prajurit-prajuritku, aku perintahkan kalian bunuh bayi laki-laki yang lahir dari kalangan bangsa Bani Isra’il!”
Para prajurit   : “Baik…Baginda!

Raja Fir’aun segera mengeluarkan perintah agar semua bayi lelaki yang dilahirkan di dalam lingkungan kerajaan Mesir dibunuh dan agar diadakan pengusutan yang teliti sehingga tiada seorang pun dari bayi lelaki, tanpa terkecuali, terhindar dari tindakan itu. Maka dilaksanakanlah perintah raja oleh para pengawal dan tenteranya. Setiap rumah dimasuki dan diselidiki dan setiap perempuan hamil menjadi perhatian mereka pada saat melahirkan bayinya.


BABAK II

Di sebuah desa, ada sepasang suami istri keturunan Bani Isra’il bernama Imran dan Yukabad. Istri Imran, Yukabad baru saja melahirkan bayi laki-laki. Mereka pun jadi panik karena takut dibunuh para prajurit Raja Fir’aun.
Kakak Musa     : “Ayah…..Ibu melahirkan bayi laki-laki. Saya khawatir para prajurit Raja Fir’aun tahu dan datang ke rumah kita.”
Imran           : “Jangan khawatir, Nak. Allah akan selalu melindungi kita.”
(Yukabad membawa seorang bayi yang sehat dan lucu)
Yukabad        : “Bagaimana cara kita menyembuyikan bayi kita dari kekejaman para prajurit Raja Fir’aun? Saya tidak mau bayi yang lucu ini akan dibunuh.”
Imran           : “Tenanglah. Bagaimana kalau kita berdoa memohon petunjuk Allah?”
Kakak Musa   : “Ayah benar. Allah pasti akan memberi pertolongan bagi kita.”
Allah berfirman dalam surat Al-Qashash ayat 7 yang berbunyi


Artinya:

Imran dan Yukabad segera membuat sebuah peti yang tahan air dan dicat hitam. Kemudian memasukkan bayinya ke dalam peti. Setelah itu, mereka bergegas menuju Sungai Nil.
Yukabad        : “Maafkan Ibumu, Nak. Kami sangat sayang padamu”
Imran           : “Kita diperintahkan Allah menghanyutkan bayi ini di dalam peti di Sungai Nil”
Yukabad        : “Baiklah kalau itu memang perintah Allah. Kita harus melaksanakannya.”
Imran           : “Cepatlah…hanyutkan peti itu!”
Yukabad        : “Tapi..Pak, siapa yang mengawasi peti ini?”
Imran           : “Putri kitalah yang akan mengawasinya.”
Kakak Musa   : “Ya…Ibu. Saya akan mengawasinya.”
Yukabad        : “Anakku…tolong awasi peti ini nanti! Ibu ingin tahu siapa yang akan menemukan peti ini.”
Kakak Musa   : “Jangan khawatir Ibu, saya akan perhatikan peti ini dari tebing dan akan melihat apa yang akan terjadi pada peti ini.”
Dengan bertawakkal kepada Allah dan kepercayaan penuh terhadap jaminan Illahi, maka dilepaskannya peti bayi oleh Yukabad, setelah ditutup rapat dan dicat dengan warna hitam, terapung dipermukaan air sungai Nil. Kakak Musa diperintahkan oleh ibunya untuk mengawasi dan mengikuti peti rahasia itu agar diketahui di mana ia berlabuh dan di tangan siapa akan jatuh.  Tak lama kemudian, peti itu tiba di depan istana Fir’aun. Pada saat itu puteri Raja Fir’aun sedang bersantai dengan para dayang di taman istana yang berada di depan Sungai Nil. Tiba-tiba ia melihat sebuah peti hanyut di Sungai Nil.

Putri Fir’aun    : “Hai…Dayang ke sinilah! Lihat itu..ada sebuah peti.”
Dayang 1       : “Ya…Putri. Tapi peti apa ya itu?”
Putri Fir’aun    : “Ya..iya. Peti apa ya itu? Bagaimana ia bisa sampai di sini”
Dayang 2       : “Entahlah Putri. Mungkin air sungai mengapungkannya sampai ke sini. Tapi sepertinya mencurigakan Putri.”
Putri Fir’aun    : “Dayang-dayang, cepat kalian ambil peti itu!”
Dayang 1 & 2 : “Baik..Putri.”
(Para dayang segera mengambil peti hitam itu dan membawanya kepada Putri.)
Dayang 1       : “Putri…ini petinya.”
Putri Fir’aun    : “Bawa peti ini masuk ke istana. Saya akan tunjukkan ke Ibunda”
Putri Fir’aun dan para dayang segera membawa peti itu ke dalam istana, kemudian menunjukkan kepada istri Fir’aun, Aisyah.
Putri Fir’aun    : “Ibunda…saya menemukan sebuah peti di Sungai Nil.”
Aisyah           : “Peti….”
Putri Fir’aun    : “Ya…Ibunda. Ini peti yang saya temukan tadi.”
(Aisyah pun segera membukanya. Betapa kagetnya, ternyata peti berisi bayi laki-laki yang sangat lucu.)
Aisyah           : “Astaga…..lucu sekali bayi ini!”
Putri Fir’aun    : “Maaf Ibu. Apakah Ibu lupa yang diperintahkan Raja Fir’aun.”
Dayang 1       : “Tuanku …Permaisuri, bukankah Raja Fir’aun memerintahkan para prajuritnya untuk membunuh semua bayi laki-laki.”
Aisyah           : “Ya…aku tahu. Tapi aku ingin sekali mempunyai bayi laki-laki. Bayi ini akan aku jadikan anak angkat”
Dayang 2       : “Tuanku Permaisuri sebaiknya memikirkan baik-baik karena menurut ahli nujum, akan ada bayi laki-laki yang akan membinasakan kekuasaan Raja Fir’aun.”
Aisyah           : “Tapi…aku sudah terlanjur menyayanginya.”
Putri Fir’aun    :”Bagaimana dengan Raja? Ia akan menentang keinginan Ibunda.”
Aisyah           : “Tenanglah. Aku akan membujuknya.”

Keesokan harinya, Aisyah menghadap Raja Fir’aun dan menyampaikan keinginannya untuk mengangkat bayi laki-laki yang baru ditemukannya.
Aisyah                    : “Salam sejahtera. Semoga kesejahteraan dan kesehatan selalu tercurah kepada Baginda.”
Raja Fir’aun    : “Apa yang kau inginkan, permaisuri?”
Aisyah           : “Baginda, kemarin Hamba menemukan seorang bayi laki-laki yang sangat manis dan lucu. Hamba ingin mengangkatnya sebagai anak.”
Raja Fir’aun    : “Apa? Bayi laiki-laki. Semua bayi laki-laki yang baru lahir telah aku perintahkan untuk dibunuh.”
Aisyah           : “Tapi….bayi laki-laki ini berbeda Baginda. Ia ditemukan hanyut di Sungai Nil. Bayi ini belum tentu bayi dari Bani Israil.”
Raja Fir’aun    : “Apakah Permaisuri tahu dari mana asal bayi itu? Mungkin saja bayi itu adalah bayi Bani Isra’il yang selama ini aku cari. Bayi laki-laki yang akan menghancurkan kerajaanku.”
Aisyah           : “Hamba mohon kabulkanlah permintaanku! Sudah lama Baginda, Hamba mendambakan anak laki-laki. Mungkin bayi itu dikirim untuk menjadi anakku.”
Raja Fir’aun    : “Aku tetap tidak setuju.”
Aisyah           : “Baginda….. Hamba sudah terlanjur menyayanginya dan Hamba tidak ingin kehilangannya. Tolong…….Baginda pikirkan sekali lagi, mungkin anak itu akan berguna bagi Baginda kelak.”
Raja Fir’aun    : (Berpikir sejenak) “Baiklah…..tapi ingat jika dia membuat ulah dan menentang perintahku kelak, dia akan ku usir dari istana ini.”
Aisyah           : “Terima kasih…..Baginda.”
Sekian lama menikah, Fir’aun dan Aisyah memang belum juga dikarunia seorang anak laki-laki. Fir’aun sangat menyayangi istrinya. Oleh karena itu, ia pun akhirnya menyetujui permintaan istrinya. Bayi itu kemudian diberi nama Musa. Musa resmi diangkat sebagai anak mereka. Kemudian, Aisyah segera mencarikan ibu susu sekaligus pengasuh bagi anak angkatnya itu.
Aisyah           : “Dayang, segera kamu carikan ibu susu untuk anakku Musa.”
Dayang 1       : “Baik….Permaisuri.”
Tidak lama kemudian, seorang dayang datang menghadap Aisyah dengan tergesa-gesa.
Aisyah           : “Ada apa dayang? Apakah kamu sudah mencari ibu susu untuk anakku Musa.”
Dayang 1       : “Sudah……Permaisuri. Banyak wanita yang melamar untuk menjadi ibu susu Musa. Namun, tak seorang pun di antara mereka yang berhasil menyusuinya. Musa menolak…Permaisuri.”
Aisyah           : “Aduh……bagaimana ini? Kalau seperti ini terus, saya khawatir anakku Musa akan kelaparan.”
Dayang 2       : “Tuanku….Permaisuri, janganlah risau. Kami akan terus berusaha mencari ibu susu lagi walau sampai ke pelosok desa.”
Aisyah           : “Tolong….usahakan kalian berhasil menemukan wanita itu. Aku sudah tahan lagi mendengarkan tangisan anakku Musa.”
Tiba-tiba ada seorang dayang menghadap permaisuri…………
Dayang 3       : “Ampun……Permaisuri, ada seorang wanita yang ingin melamar sebagai ibu susu Musa.”
Aisyah           : “Tapi…..apakah wanita itu akan berhasil menyusui Musa?”
Dayang 1       : “Tapi…alangkah baiknya Permaisuri mencobanya. Mungkin wanita itu bisa menyusui Musa.”
Dayang 3       : “Ya…Permaisuri. Wanita itu berbeda. Ia kelihatan keibuan.”
Aisyah           : “Baiklah….kalau begitu. Cepat kau bawa ke  sini wanita itu.”
Dayang 3       : “Baik…Permaisuri.”
(Dayang 3 segera membawa wanita itu ke hadapan permaisuri)

Dayang 3       : “Permaisuri…… ini adalah wanita itu”
Aisyah           : “Apakah benar kamu ingin menjadi ibu susu bagi anakku Musa?”
Yukabad        : “Benar…..Permaisuri”
Aisyah           : “Jika kamu berhasil menyusui anakku Musa, kamu akan kubayar mahal”

Demikianlah kehendak Allah. Dia maha mengatur segala sesuatunya. Siapa pun tidak pernah ada yang tahu sebelumnya. Allah jualah yang mempertemukan bayi Musa ibu kandungnya sendiri. Ibu kandung Musa tentu saja sangat bersyukur atas anugerah ini. Selain mendapat upah yang begitu besar, ia juga tetap dapat merawat anak kandungnya sendiri.

(Menyanyi lagu tentang ibu)






Musa diserahkan kepada Yakubad sampai masa menyusuinya selesai. Sesudah usai masa menyusu, Musa dikembalikan ke istana Fir’aun. Ia dididik seperti anak-anak raja yang lain. Ia berpakaian seperti Fir’aun dan mengendarai kendaraan Fir’aun, sehingga Musa dikenal sebagai pangeran Musa bin Fir’aun












BABAK III
Musa kini beranjak dewasa. Ia mulai mengetahui dan sadar bahwa ia hanya seorang anak pungut di istana dan tidak setitik darah Fir’aun pun mengalir di dalam tubuhnya. Ia  menyadari bahwa perilaku Raja Fir’aun sangat kejam kepada rakyat kecil. Bani Isra’il tg ditindas dan diperlakukan sewenang-wenangnya oleh kaum Fir’aun. Karena itu, ia berjanji kepada dirinya akan menjadi pembela kepada kaumnya yang tertindas dan menjadi pelindung bagi golongan yang lemah yang menjadi sasaran kezaliman dan keganasan para penguasa. Demikianlah maka terdorong oleh rasa setia kawannya kepada orang-orang yang madhlum dan teraniaya. Pada suatu hari, ada suatu peristiwa yang menyebabkan ia terpaksa meninggalkan istana dan keluar dari Mesir. Saat itu, ia sedang berjalan-jalan di lorong kota. Tak sengaja ia melihat dua orang yang sedang berkelahi. Dua orang itu berasal dari bangsa yang berbeda. satu orang berasal dari bangsa Isra’il (bangsa Nabi Musa) yang bernama Samiri dan seorang lagi dari bangsa Qubthi (bangsa Raja Fir’aun) bernama Fa’tun.
Samiri           : “Tolong!”
Fa’tun           : “Kamu tidak mungkin bisa mengalahkan aku.”
Samiri           : “Ampun…..”
Fa’tun           : “Badanku yang sangat besar dan kuat. Rasakan ini!”
Samiri           : “Tolong!”
Samiri berteriak minta tolong karena kalah oleh Fa’tun yang bertubuh lebih besar dan kuat. Melihat Samiri minta tolong, Musa pun menolong dan memukul Fa’tun. Fa’tun langsung terkapar dan mati. Ini membuat Musa sangat terkejut, tak menyangka bakal berakhir seperti itu. Ia begitu menyesali perbuatannya dan segera berdoa kepada Allah untuk memohon ampunan.
Samiri            : “Jangan khawatir Musa, aku tak akan memberitahu kepada Raja Fir’aun.”
Setelah mengetahui Fa’tun meninggal, Samiri langsung melarikan diri. Tidak lama kemudian, penduduk desa berdatangan melihat apa yang terjadi.
Penduduk 1    : “Hai…..teman-teman. Ayo..kita lihat ke sana!”
Penduduk 2    : “Ada apa?”
Penduduk 3    : “Sepertinya ada yang orang mati.”
Penduduk 4    : “Ah….masa!”
Penduduk 1    : “Ayo…..kita lihat”
Mereka segera mendekati tubuh Fa’tun yang terkapar tidak berdaya.
Penduduk 2    : “Orang ini sudah meninggal. Apakah kalian ada yang tahu siapa dia?”
Penduduk 1    : “Bukankah dia adalah Fa’tun.”
Penduduk 3    : “ya……ia memang Fa’tun.”
Penduduk 4    : “Fa’tun kan dari bangsa Qubthi.”
Penduduk 1    : “Siapakah gerangan yang berani membunuh orang dari Qubthi?”
Penduduk 2    : “Raja Fir’aun pasti murka mendengar berita meninggalnya orang dari bangsa Qutbhi ini.”
Penduduk 3    : “Ya….kamu benar. Raja Fir’aun akan memberi hukuman yang berat kepada orang itu.”
Penduduk 4    : “Ayo….kita bawa orang ini ke rumahnya!”
Setelah peristiwa itu, Musa hidup penuh penyesalan. Ia terus berdoa dan memohon ampunan kepada Allah.

(Pembacaan puisi)
Taubat
Ya Rabbi, kini aku berada di sisi-Mu
Aku datang dengan mata menangis
Kudatang dengan rintihan, kegelisahan, dan kesedihan
Telah kuperbuat banyak kejahatan dan dosa
Sehingga jadilah aku sang pendosa
Di sisi-Mu-lah sekarang, hai Sang Maharaja
Aku datang dengan penuh penyesalan
Hati ini sudah dipenuhi kesalahan
Aku sangat malu saat menerima soalan
Bagaikan burung yang terikat sayapnya
Aku datang sambil jatuh bangun Wajahku merunduk ke tanah
Aku datang dengan pandangan sembab
Wahai penguasa alam, lihatlah
Aku datang dengan hati terbakar

Tiada yang dapat menenangkan hatiku selain Dzat-Mu
Akulah makhluk-Mu yang hanya berharap ridho-Mu
Kerna Engkaulah penentu semua perbuatan dan prilaku
Hanya pada-Mu-lah kegundahanku dapat berlalu
Hanya dari mata air sayang dan kemuliaan-Mu-lah Ya Allah
Air lain tidak mengalir ke sungai-sungai tubuhku
Semenjak diriku tercakup dalam inayah-Mu
Tiada beban dalam tubuhku selain beban kegundahan-Mu

Ya Allah, hariku gelap, perbuatanku salah
Ya Allah, akulah pendosa dan bermasalah
Ya Allah, maafkanlah hamba-Mu ini
Ampunilah hamba-Mu yang malu ini
Meski kejahatan segunung dosa
Di sisi ampunan-Mu, lebih kecil dari biji gandum
Jangan Kau masukkan daku ke dalam neraka-Mu
Aku yang kebingungan, sedih, dan merintih
Berharap pada-Mu, hai Yang Maha hidup lagi Maha suci
Aku Mohon pada-Mu, sebuah hati yang menangis dan letih
Karna tempat-Mu di hati yang hancur


           Beberapa hari kemudian, Samiri berjalan-jalan di tengah kota. Ia bertemu dengan orang Qubthi. Samiri pun berkelahi lagi dengan orang Qutbhi.
Orang Qutbhi : “Hai……orang Bani Israil. Mengapa kamu berani datang ke negeri Mesir? Bangsa Bani Israil tidak pantas tinggal di kota ini.”
Samiri           : “Apa maksudmu berkata seperti itu?”
Orang Qutbhi : “Kalian bangsa Bani Israil hanyalah bangsa yang lemah!”
Samiri           : “Justru kalian bangsa yang kejam.”
Orang Qutbhi : “Apa?”
Terjadilah perkelahian antara Samiri dan orang Qutbhi tersebut. Lagi-lagi Samiri minta tolong kepada Musa.
Samiri           : “Tolong…….tolong aku Musa!”
Orang Qutbhi : “Musa…tidak mungkin menolongmu, Samiri”
Samiri           : “tolong…tolong”
Kali ini Musa menolaknya seraya berkata, “Sungguh engkau orang sesat yang nyata.” Samiri kesal atas tanggapan Musa. Kemudian ia menyiarkan kabar bahwa Fa’tun mati karena dibunuh oleh Musa.
Samiri             : “Kamu tidak mau menolongku, Musa. Dasar pembunuh!”
Tiba-tiba perkelahian mereka terhenti.
Orang Qutbhi   : “Apa? Musa adalah seorang pembunuh.”
Samiri           : “Ya….memang. Musa si anak angkat Fir’aun itu telah membunuh Fa’tun.”
Orang Qutbhi : “Ternyata…Musalah pembunuh Fa’tun. Hai…Musa, aku akan laporankan perbuatanmu kepada Raja Fir’aun.”
Orang Qutbhi itu pun segera pergi untuk menghadap Raja Fir’aun. Sedangkan Samiri berkeliling kota sambil berteriak-teriak mengatakan bahwa Musa adalah pembunuh Fa’tun.
Samiri            : “Hai…penduduk Mesir. Fa’tun dibunuh Musa. Fa’tun dibunuh Musa. Musa seorang pembunuh.”
Berita tentang terbunuhnya Fa’tun oleh Musa terdengar oleh Raja Fir’aun.
Raja Fir’aun    : “Hai….penasihat, apa benar Musa telah membunuh Fa’tun?”
Penasihat      : “Ampun…Baginda Raja, berita itu memang benar.Fa’tun itu adalah bangsa kita.”
Raja Fir’aun : “Musa telah mengkhianatiku. Sekarang dia bukan anak angkatku lagi. Penasihat, perintahkan semua prajuritku menangkap Musa!”
Penasihat     : “Baik…Baginda Raja.”
Fir’aun memerintahkan semua prajuritnya mencari dan membunuh Nabi Musa. Mendengar hal itu, Nabi Musa memutuskan pergi meninggalkan Mesir. Beliau melarikan diri, tujuannya ke negeri Madyan. Di Negeri Madyan, Nabi Musa bertemu dengan Shafura, putri Nabi Syu’aib. Mereka kemudian menikah.



BABAK IV
             Setelah bertahun-tahun hidup di negeri Madyan dengan istrinya, pada suatu hari Nabi Musa ingin kembali ke Mesir. Allah memerintahkan Nabi Musa berangkat ke Mesir untuk berdakwah kepada Fir’aun. Setelah berhari-hari menempuh perjalanan, akhirnya Nabi Musa telah sampai di negeri Mesir. Berita tentang kedatangannya telah terdengar oleh Fir’aun. Bukan main marahnya ia atas kedatangan Nabi Musa. Ia menganggap Nabi Musa adalah musuh bebuyutannya yang harus dilenyapkan dari muka bumi.
Fir’aun          : “Hai……Musa, berani sekali kamu datang ke Mesir!”
Nabi Musa menjawab, “Aku adalah pesuruh Allah. Aku diutus Allah kepadamu agar kau membebaskan bangsa Israil dari perbudakan dan penindasanmu.”
Fir’aun          : “Kamu memang tidak tahu diri, Musa. Dulu kau kuasuh dan dibesarkan di istani ini, tapi kau malah berbalik menentangku. Kau memang orang yang tak tahu balas budi.”
Nabi Musa berkata, “Engkau telah memeliharakan aku sejak masa bayiku. Itu bukanlah suatu jasa yang dapat engkau banggakan. Karena jatuhnya aku ke dalam tanganmu adalah akibat kekejaman dan kezalimanmu karena engkau memerintah agar orang-orangmu membunuh setiap bayi-bayi laki yang lahir. Ibu terpaksa membiarkan aku terapung di permukaan sungai Nil di dalam sebuah peti yang kemudian dipungut oleh isterimu dan selamatlah aku dari pembunuhan yang engkau perintahkan. Sedangkan mengenai pembunuhan yang telah aku lakukan itu adalah akibat godaan syaitan yang menyesatkan, namun peristiwa itu akhirnya merupakan suatu rahmat dan hikmah yang terselubung bagiku. Sebab dalam perantauanku setelah aku melarikan diri dari negerimu, Allah mengkarunia aku dengan hikmah dan ilmu serta mengutuskan aku sebagai Rasul dan pesuruh-Nya. Maka dalam rangka tugasku sebagai Rasul datanglah aku kepadamu atas perintah Allah untuk mengajak engkau dan kaummu menyembah Allah dan meninggalkan kezaliman dan penindasanmu terhadap Bani Isra’il
Penasihat      : “Baginda……Musa tidak hanya menentangmu. Tapi ia juga tidak mau menganggapmu sebagai Tuhan.”
Fir’aun          : “Siapakah Tuhan yang engkau sebut-sebut itu, hai Musa? Adakah Tuhan di atas bumi ini selain aku yang patut disembah dan dipuja?”
Musa menjawab, “Ya, yaitu Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu serta Tuhan seru sekalian
 alam
Fir’aun          : “Siapakah Tuhan seru sekali alam itu?”
Musa menjawab, “Ialah Allah, Tuhan langit dan bumi dan segala apa yang ada antara langit dan bumi.”
Penasihat      : “Baginda ….jangan hiraukan kata-kata Musa!”
Fir’aun          : “Tidak mungkin, aku terpengaruh dengan kata-kata orang gila.” (tertawa)
Fir’aun, penasihat, dan para prajuritnya tertawa.
Hamman       : “Baginda, apakah para prajuritku harus mengusir Musa dari istana ini?”
Fir’aun          : “Tidak. Aku ingin melihat dulu kebenaran Musa dengan ucapannya.”
Hamman       : “Baiklah….Baginda”
Fir’aun          : “Hai….Musa, apa buktinya jika engkau benar-benar utusan Tuhan?”

Nabi Musa dengan tenangnya segera melemparkan tongkatnya. Seketika itu pula tongkat Nabi Musa menjelma menjadi seekor ular besar. Kemudian Nabi Musa mengeluarkan kedua tangan dari saku bajunya. Kedua telapak tangan Nabi Musa tampak memancarkan cahaya yang menyilaukan mata Fir’aun dan orang-orang yang hadir.

Fir’aun          : “Cahaya apa itu?”
Penasihat      : “Baginda, jangan takut. Itu hanyalah tipuan sihir Musa.”
Hamman       : “Ya…..betul itu Baginda. Itu hanyalah sihir. Kita pun mempunyai ahli sihir yang dapat mengubah tongkat menjadi ular.”
Fir’aun          : “Ular besar itu hanyalah tipuan sihirmu. Aku pun punya ahli sihir yang hebat. Penasihat, panggil semua ahli sihir terhebat di Mesir.”
Hamman       : “Tapi…Baginda. Apakah tidak sebaiknya kita undang Musa besok?”
Penasihat      : “Hamba setuju dengan usul Hamman. Kita adakan pertarungan antara Musa dan para ahli sihir besok supaya kita bisa mempermalukan Musa di depan orang banyak.”
Fir’aun          : (tertawa) “Kalian memang cerdik.”
Hamman       : “Musa pasti akan malu besok karena tidak mungkin ia bisa mengalah para penyihir hebat kita.”
Fir’aun          : “Sesungguhnya engkau Musa adalah seorang tukang sihir. Untuk itu aku menantangmu untuk melawan para ahli sihirku besok. Hai…Musa, pertemuan kita telah berakhir hari ini. Kembalilah pada hari sudah aku tentukan.”

Nabi Musa pun meninggalkan istana.

Fir’aun          : “Hai…..penasihat. Umumkan ke seluruh negeri besok akan ada pertarungan anatara Nabi dan para ahli sihirku. Undang semua datang ke istana.”
Penasihat      : “Baik…..Baginda.”

Penasihat dan para prajuritnya pun segera pergi ke tengah kota. Ia mengumumkan pertarungan antara Nabi Musa dan para ahli sihirnya.

Penduduk 1    : “Ada apa itu?”
Penduduk 2    : “Sepertinya ada pengumuman penting.”
Penduduk 3    : “Kamu benar. Ayo….kita ke sana!”
Penduduk 4    : “Ayo…..cepat!”
Penasihat      : “Pengumuman dari Raja Fir’aun.”
Penduduk 4    : “Ah…..Raja Fir’aun.”

Penasihat      : “Hai…..penduduk Mesir. Datanglah besok ke istana. Saksikan pertarungan seru antara Musa dan para ahli sihir istana.”
Penduduk 1    : “Apa…..Musa dilawan oleh para ahli sihir istana.”
Penduduk 2    : “Pertarungan yang tidak seimbang.”
Penduduk 3    : “Besok Musa pasti akan mati.”
Penduduk 2    : “Kita lihat dulu saja besok.”

(setelah membacakan pengumuman, penasihat dan para prajurit pun segera pergi)

           Tibalah hari yang ditentukan. Orang-orang pun berdatangan ke istana. Para dayang dan permaisuri hadir menyaksikan pertarungan itu. Fir’aun mengundang mereka untuk mempermalukan Nabi Musa. Ia yakin para ahli sihirnya dapat mengalahkan Nabi Musa.

Fir’aun          : “Hamman…..panggil semua ahli sihir hebat ke sini!”
Hamman       : “Baik……Baginda.”

(Tak lama kemudian, datanglah Hamman bersama para ahli sihir)

Hamman       : “Ampun …Baginda. Inilah para ahli sihir hebat di negeri Mesir.”
Fir’aun          : “Apa benar itu, ahli sihir?”
Ahli sihir 1      : “Benar….Baginda. Kehebatan kami tidak pernah dikalahkan oleh siapa pun.”
Ahli sihir 2      : “Kehebatan kami tidak perlu Baginda ragukan lagi.”
Fir’aun          : “Apakah kata-katamu bisa aku percayai?”
Ahli sihir 3      : “Bahkan kami bisa memunculkan ribuan ular.”
Fir’aun          : “Hebat! (Tertawa) Hai…..Musa! lemparkanlah tongkatmu terlebih dahulu atau kami yang lebih dahulu memulai!”

Musa menjawab, “Baiklah, silahkan memulai lebih dahulu,”

Para ahli sihir Fir’aun kemudian melemparkan tongkat-tongkat dan talinya. Tiba-tiba saja tongkat dan tali tersebut berubah menjadi ular yang banyak.
Ahli sihir 1      : “Hai….cepatlah tunjukkan kehebatanmu kepada kami!”
Ahli sihir 2      : “Kalau kau berani lawanlah ular-ular kami!”
Ahli sihir 3      : “Kami tidak mungkin bisa melawan kehebatan ular-ular kami.”
Ahli sihir 1      : “Jika kamu memang utasan Tuhan…..tunjukanlah kehebatanmu.”
Ahli sihir 2      : “Kami akan baru percaya jika kamu mampu mengalahkan kehebatan kami.”

Tak lama kemudian, tongkat Nabi Musa berubah menjadi ular yang sangat besar. Ular besar itu pun menelan semua ular-ular para ahli sihir itu. Semua yang hadir di istana itu seketika terperanjat.
Penduduk 1    : “Hebat….Musa”
Penduduk 2    : “Musa memang luar biasa.”
Melihat kehebatan Musa, semua ahli sihir Fir’aun pun segera tunduk dan bersujud.
Para ahli sihir  : “Kami telah percaya kepada-Mu dan kami memohon ampun karena selama ini kami tidak mengakui-Mu.”
Para penduduk: “Kini kami percaya bahwa engkau adalah utasan Tuhan.”
Para ahli sihir dan penduduk : “Ya….Allah. ampunilah kami  ya…Allah.”
Aisyah          : “Sekarang aku juga percaya bahwa Allah adalah Tuhanku.”

Menyaksikan sendiri kaumnya  telah berkhianat, Fir’aun semakin marah dan geram kepada Nabi Musa.
Fir’aun          : “Kalian memang pengkhianat!”
Ahli sihir 1      : “Tapi Musa benar-benar hebat.”
Ahli sihir 2      : “Musa adalah utasan Allah.”
Putri & Aisyah : “Ya….Baginda. percayalah bahwa Allah adalah Tuhan kita.”
Fir’aun          : “Aku tidak percaya. Akulah Tuhan. Prajurit, bunuh mereka semua.”

Demi menyelamatkan umatnya. Nabi Musa mengajak mereka pergi meninggalkan negeri Mesir.

Penduduk 1    : “Ayo…..kita pergi. Cepat!”
Ahli sihir 2      : “Kita ikuti saja Musa pergi.”

Fir’aun tidak tinggal diam. Ia memerintahkan bala tentaranya untuk mengejar Nabi Musa beserta para pengikutnya. Pasukan Fir’aun akhirnya berhasil menyusul rombongan Nabi Musa. Nabi Musa dan pengikutnya tidak bisa menghindari kejaran tentara Fir’aun karena di depan mereka menghadang Laut Merah yang sangat luas.

Penduduk 4    : “Bagaimana ini, kita tidak bisa lari lagi.”
Penduduk 3    : “Iya….di depan ada laut.”
Ahli sihir 2      : “Musa….tolonglah kami!”

Dalam kebingungannya, turunlah wahyu Allah memerintahkan Nabi Musa memukulkan tongkatnya ke air laut. Subhanallah, Laut Merah tiba-tiba terbelah menjadi dua bagian. Nabi Musa memerintahkan para pengikutnya untuk segera menyeberangi lautan itu.

Penduduk 1    : “Ayo….kita ikuti Musa menyeberangi laut ini.”
Penduduk 2    : “Tidakkah kita tenggelam.”
Ahli sihir 1      : “Percayalah…Allah maha penolong.”
Ahli sihir 3      : “Ayo….cepat, sebelum kita ditangkap tentara Fir’aun.”
 Mereka pun segera menyeberang laut yang sudah terbelah itu.

Prajurit 1       : “Baginda….mereka menyeberang laut.”
Prajurit 2       : “Bagaimana ini, apakah kita mengikuti mereka.”
Fir’aun          : “Ayo….cepat ikuti mereka!”
 Fir’aun dan para prajuritnya mengikuti Nabi Musa dan pengikutnya. Namun sebelum sampai ke tepi, celah itu menyatu kembali. Tenggelamlah Fir’aun beserta bala tentaranya.

2 komentar: