MENGGULUNG PENCURI ARCA KUNO
Untuk mengisi
liburan sekolah, Nadine, Serin, si kembar Ranti dan Rinda, Lukman, dan Fedrian
akan berkemah di bukit di sebelah barat rumah nenek Fedrian. Dengan diantar
oleh pak Supra, berangkatlah mereka ke rumah nenek Fedrian.1 jam… 2 jam… 3 jam…
Akhirnya tibalah mereka di rumah nenek Fedrian. Dengan gembira neneknya Fedrian
yang hanya tinggal dengan paman Wawan, istri, dan anaknya menyambut kedatangan
mereka. Paman Wawan sendiri adalah adik dari ayahnya Fedrian. Ia juga mempunyai
anak seumuran dengan Fedrian dan teman-temannya. Namanya Saleh.
Setelah
disambut oleh nenek dan paman Wawan beserta istri dan anaknya,mereka pun
berbincang-bincang sambil minum teh.
Namun lain halnya dengan Lukman.Ia justru
sedang berbenah-benah untuk persiapan berkemah. “Lho!Baru sampai kok sudah
berbenah-benah. Memangnya kamu mau kemana, Lukman?”tanya nenek.”Kita
mau…..”kata Lukman yang diputus oleh Fedrian. “Nek, Fedrian sama teman-teman kan mau berkemah. Itu
lho nek,di bukit sebelah barat desa kita.Bukit Layon itu lho…,”jawab Fedrian. “Jangan!Bukit
Layon itu kan
angker,”larang nenek.”Yah,nenek,kita kan
mau berlibur di sana.Katanya di bukit Layon itu ada harta karunnya.Jadi, kita
merasa tertantang untuk mencari harta karun itu,”kata Fedrian.”Kalian mau ke
bukit Layon Aku ikut dong…”kata Saleh yang dari tadi diam saja.”Tapi,pernah
nggak nek,warga sini mencari harta karun itu?”tanya Nadine.”Dulu ada.Tapi,
setelah dicari-cari harta karun itu tidak ada,”jelas nenek.”Tapi, kita tetap boleh kan
berkemah di bukit itu?”tanya Saleh.”Terus terang nenek khawatir dengan
keselamatan kalian jika berkemah di bukit itu,”kata nenek.”Tenang,nek.Kita bisa
jaga diri,kok,”kata Lukman.”Nenek takut jika terjadi apa-apa pada kalian,”kata
nenek.”Nek,sakit,mati, itu kan
sudah diatur oleh Allah.Serahkan saja semua kepada-Nya,”jelas Nadine.
Nenek terdiam
beberapa saat.Perasaannya dihinggapi kekhawatiran akan keselamatan cucu-cucunya
jika mereka pergi ke bukit yang katanya angker itu.”Ya sudah.Kalian boleh kesana tapi…”kata nenek yang diputus
oleh Fedrian.”Horrrreeee….”teriak Fedrian.”Tapi ada syaratnya,”kata
nenek.”Syarat apa lagi,nek?”tanya Serin.”Kalian harus berangkat denga diantar paman
Wawan,”kata nenek mengizinkan.”Yah…jangan sama paman dong,nek.Kita kan ingin bertualang sendiri,
tanpa bimbingan orang tua,”kata Serin.”Kalau tidak mau,ya nggak usah berangkat,”kata
nenek.”Ya sudah,nek.Kita semua mau,kok,”kata Rinda.”Kalau mau,sekarang waktunya
makan…”kata bibi Mirna,istri paman, dengan tiba-tiba.
Tanpa
dikomando untuk kedua kalinya, mereka segera menuju dapur untuk makan. Karena
memang sudah dari tadi perut mereka meronta-ronta minta diisi.
Malam pun
tiba.Mereka tidur sambil membayangkan bagaimana kejadian-kejadian di esok
hari.Mereka sudah tidak sabar untuk menunggu esok hari.Mereka berharap malam
lebih cepat berlalu.
“Jangan lupa
nanti di sekitar tenda kalian ditaburi garam. Agar ular enggan masuk ke tenda
kalian,”pesan nenek. “Iya, nek. Terima kasih sudah diingatkan,”jawab Nadine
dengan sopan.Lalu berangkatlah mereka ke bukit
tersebut.
Waktu pun
berlalu.Di depan mereka terbentang hutan yang sangat lebat.Tidak ada jalan
kecil pun yang terlihat.Benar juga apa yang dikatakan oleh orang-orang.Bukit
ini terlihat angker.Hal ini terlihat dari suasananya yang sepi, gelap, oleh karena
tingginya pepohonan yang ada di sini.Bahkan sinar matahari pun tak dapat
menerobos, karena saking lebatnya
hutan ini..
”Kita mau
lewat mana, paman?”tanya Nadine.”Kita terobos saja hutan itu.Tapi kita harus
memeberi tanda agar tidak tersesat ketika pulang nanti,”jawab paman Wawan.”Apa
tidak ada jalan lain?”tanya Rinda.”Ada,sih.Tapi
jalannya memutar.Kita harus menyebrangi sungai,lalu menemukan jalan setapak
untuk menuju hutan,”jelas paman.”Bagaimana ini, teman-teman?”tanya Nadine.Belum
sempat temannya menjawab, Nadine melemparkan pertanyaan itu ke paman Wawan.”Kalau
menurut paman lebih baik kita lewat jalan memutar.Di samping aman,
pemandangannya pun juga indah,”kata paman.”Tapi, kita kan inginnya melewati jalan yang tidak
pernah dilewati orang.Barangkali di balik hutan yang lebat itu ada harta
karunnya,”kata Serin.”Betul juga,”kata Nadine.”Tapi bagaimana kalau yang kita
temukan bukan harta karun tetapi justru harimau,”kata Fedrian menakut-nakuti.”Ah!Kamu
ini nakut-nakuti aja!”kata Saleh.”Kamu takut,ya?Ha…ha…ha…Saleh penakut…”kata
Fedrian mengejek Saleh.”Aku tidak takut,kok,weee’…”kata Saleh dengan
kesal.”Sudah-sudah, jangan bertengkar.Lebih baik kita istirahat dulu aja,”kata
Rinda yang terlihat paling kepayahan.”Ya sudahlah,sambil kita merundingkan
lewat mana,”kata Lukman.Akhirnya mereka pun istirahat sambil merundingkan arah
mana yang akan mereka lewati.Setelah menemukan hasilnya,merka pun meneruskan
perjalanan.
Setelah
menerjang ganasnya medan
menuju bukit Layon, akhirnya tibalah mereka di bukit Layon.Segera saja mereka
mencari tempat yang pas untuk mendirikan tenda.Setelah mereka menemukan tempat
yang pas,mereka segera mendirikan 2 tenda. Satu tenda khusus perempuan, satu
khusus laki-laki.
“Nah, sudah
waktunya kalian paman tinggal pulang,”kata paman.”Terima kasih paman, sudah
mengantar kami,”ucap Nadine dan kawan-kawan kompak. “Eh!Tapi kalian berani, kan?”tanya paman sebelum
pulang. “Berani dong,”jawab Lukman. “Bagus. Nanti malam paman akan kesini lagi untuk menengok kalian. Oh
ya, Lukman, Fedrian, dan Saleh lebih baik jika kalian bertiga menjaga
keselamatan teman-teman kalian yang perempuan. Ya sudah sekarang paman tinggal
pulang,”pesan paman sebelum pulang.”Hati-hati di jalan, ayah,”pesan Saleh
kepada ayahnya.Paman Wawan hanya membalasnya dengan senyuman.
Malam pun
tiba. Mereka segera tidur. Kecuali Ranti dan Lukman yang sedang mendapat
giliran bertugas menjaga teman-temannya yang tidur selama satu jam.Sepi. Sunyi.
Pada pukul 23.00 WIB, mendadak terdengar samar-samar suara orang berbicara.
Lalu disusul suara tangis yang sangat kencang. Lukman dan Ranti berpandangan,
lalu bergidik. Tubuh Ranti menggigil ketakutan. Saking takutnya, ia langsung
masuk ke dalam tenda sambil menutupi muka dengan selimut.Sementara Lukman
membangunkan teman-temannya yang sedang menikmati dunia mimpinya masing-masing
untuk meyakinkan pendengarannya. Teman-temannya
yang bangun pun langsung memasang telinganya. Dan benar saja,mereka juga
mendengar suara tangis tersebut. Bahkan suara itu semakin lama semakin keras.
Mereka pun tidak kalah terkejutnya dengan Lukman dan Ranti setelah mendengar
suara tangis tersebut. Dari raut wajah mereka tersirat wajah ketakutan.Bahkan
Nadine dan Lukman yang terkenal pemberani pun agak takut.
“Jangan-jangan,
itu suara hantu penunggu bukit ini. Hiiii…,”kata Rinda
ketakutan.”Ah!Nakut-nakutin aja kamu!”balas Serin yang sebenarnya juga
takut.”Terus kalau bukan suara hantu, suara apa hayo…?Kan tidak ada orang selain kita di
sini,”kata Ranti sambil ketakutan. “Bagaimana kalau kita cari tau asal suara
tangis itu?”usul Saleh.”That’s a good
idea!”kata Fedrian yang setuju dengan usul Saleh.”Ya.Aku merasa ini sebuah
misteri yang harus kita pecahkan.Bagaimana?Kalian setuju tidak kalau kita cari
asal suara tangis itu?”kata Nadine mengulang usul Saleh.”Suara tangis itu?”bisik
Ranti takut.”Ya.Suara tangis itu.”ujar Nadine bersemangat.”Aku setuju,”kata
Serin.”Lantas, bagaimana jika suara itu benar-benar suara hantu penunggu bukit
ini,Nadine?”tanya Rinda.”Besok pagi-pagi sekali kita pulang dari sini,”ucap
Nadine memutuskan.
Akhirnya
mereka pun sepakat secara diam-diam dan hati-hati mencari asal suara tangis
itu.
Malam semakin
menunjukkan kegelapannya.Sekeliling tampak sangat sepi.Suasananya tampak
seperti mengikuti kegiatan wisata malam.Menyeramkan.Bayangan pohon-pohon yang tinggi
seakan-akan bayangan manusia raksasa.Sesekali senter di tangan Saleh, Lukman,
dan Nadine dinyalakan untuk menerangi jalan mereka.
Tiba-tiba
sebuah bayangan tangan mencengkram pundak Ranti.Ranti berteriak kaget,disusul
teriakan kawan-kawannya.Sesaat kemudian ada beberapa orang yang menyeret mereka
dikegelapan.Mereka dibawa ke balik semak-semak yang rimbun.”Tenang!Jangan pada
ribut!Diam kalian!”kata salah seorang dari orang-orang yang menyeret mereka.
Nadine,
Lukman, Serin, Fedrian, Saleh, Ranti, dan Rinda terdiam.Tidak ada yang melihat
wajah orang-orang tesebut.Jantung mereka berdetak kencang.Dalam bibir dan hati
mereka terlantun doa agar dilindungi oleh Allah.
“Dasar
anak-anak nakal.Sudah diberi tau tidak boleh keluar malam-malam,malah
keluyuran,”kata orang itu kembali.Fedrian merasa mengenali suara orang itu,
lalu memberanikan diri menatap wajah orang-orang yang tadi menyeretnya.”Paman
Wawan?”seru Fedrian lebih dulu.”Ssst…Jangan berteriak!Diam!” kata Paman
Wawan.Ternyata orang-orang yang menyeret Nadine dan kawan-kawannya adalah Paman
Wawan dan tiga orang polisi.Paman sengaja membawa polisi untuk mencari Nadine
dan kawan-kawannya.
“Sebenarnya
kalian ada apa sih keluyuran malam-malam begini?”tanya paman Wawan.Lalu Lukman
menceritakan yang sebenarnya terjadi.”Mungkin saja itu buronan kami yang kabur
dari penjara dan bersembunyi di bukit ini,”kata dari salah seorang polisi.”Emangnya
buronan bapak-bapak polisi ini hantu?Pastinya manusia,kan?Kalau
manusia kan
tidak mungkin mengeluarkan suara tangisan yang aneh sepeti itu?”kata
Ranti.”Begini Ranti,maksud bapak-bapak polisi ini buronan tersebut sengaja
menakut-nakuti wisatawan yang akan berkemah di sini agar wisatawan tersebut
pergi dari sini, sehingga persembunyian mereka tidak diketahui,”jelas Nadine.”Benar
juga,”kata Serin.Setelah berunding beberapa saat, akhirnya mereka pun sepakat
untuk melanjutkan perjalanan mencari asal suara tangis tersebut.
Tiba-tiba
salah seorang dari anggota polisi tersebut menghentikan langkah
mereka.”Sssst…Jangan berisik!Pasang telinga kalian!Benarkah di sini terdengar
suara beberapa orang berbicara?”kata polisi itu.”Iya.Apa jangan-jangan suara
beberapa orang bicara ini ada kaitannya dengan suara tangis itu, pak?”tanya
Nadine.”Mungkin saja ada,”jawab polisi itu.”Bagaimana kalau kita cari juga asal
suara itu?”usul Fedrian.”Baiklah, kita cari juga asal suara itu,”kata paman
Wawan setuju.
Waktu pun
berlalu,akhirnya mereka menemukan asal sura tangis dan suara beberapa orang
berbicara tersebut.Ternyata suara itu berasal dari dalam gua yang sangat
gelap.Mereka pun bersembunyi di balik batu besar dekat gua tersebut.”Benar-benar
tempat persembunyian yang hebat,”kata paman Wawan.Dari balik batu besar
tersebut terdengar jelas suara orang-orang tersebut.
“Bagaimana
cara kita menyelundupkan arca-arca ini, kang?”tanya salah seorang yang ada di
gua itu.”Kita bawa keluar dari gua ini saja nanti pukul 03.00 pagi,”jawab temannya.”Apa
tidak sulit kalau kita bawa pada pagi hari, kang?”tanya orang pertama
kembali.”Tidak.Percayalah saja padaku,”jawab orang kedua.”Kita beruntung ya,
kang.Pasti harga arca Nyi Roro Jonggrang dan arca yang lain ini sangat mahal,”kata orang pertama.”Jelas.Itu
semua juga berkat anak simpanse yang kita buru ini.Sebab kita dapat
memanfaatkan suara tangis anak simpanse ini untuk menakut-nakuti wisatawan yang
akan berkemah di bukit ini.Dan pastinya kita akan jadi
jutawan.Ha…ha…ha…”terdengar suara tawa yang sangat keras.Lalu suara itu
tiba-tiba menghilang.
“Tidak salah
lagi.Mereka adalah buronan kita yang suka mencuri arca-arca peninggalan
kerajaan zaman dulu untuk dijual kepada kolektor-kolektor kelas dunia,”kata
salah seorang polisi.”Lantas, apa yang akan kita lakukan?”tanya Rinda.”Begini
saja, saya dan beberapa polisi ini akan turun bukit untuk memanggil warga agar
membantu kita.Dan nanti paman juga akan memberi kabar pada nenek.Agar nenek
tidak cemas.Sementara kalian mengawasi dan menjaga buronan tersebut,”atur
paman.”Oke!”kata Ranti.Akhirnya paman Wawan dan beerapa orang polisi itu pun
turun dari bukit.
1 jam… 2jam…
.Paman dan polisi itu belum muncul juga.Ditengah kecemasan Nadine dan
kawan-kawan, tiba-tiba terdengar suara orang berbicara lagi dari dalam
gua.”Parjo,ayo kita bawa keluar sekarang saja arca-arca ini dari sini,”kata
orang kedua.”Lho!Kenapa,kang?Ini kan
masih jam 01.00?”tanya orang pertama.” Sudah jangan bawel kamu!”kata orang kedua
memarahi orang pertama yang bernama Parjo.
“Aduh,
bagaimana ini Nadine?Mereka akan keluar dari bukit ini, sementara paman belum
kembali?”tanya Serin.”Bagaimana kalau kita lawan saja orang-orang itu?”usul
Nadine.”Kamu gila ya,Dine?Coba kamu lihat badan mereka yang besar-besar.Bagaimana
bisa kita melawan orang-orang itu,Dine?Sementara kita hanya anak kecil,”kata
Ranti.”Sebaiknya kita melawan jangan pake otot , tapi pake ini,”kata Nadine
sambil menunjuk kepalanya.”Rencana apa yang ada di kepalamu?”tanya
Fedrian.”Begini kita sergap saja mereka.Tapi cara menyergapnya seperti tentara.Alat
yang kita gunakan cukup peluit,senter,dan tongkat,”jelas Nadine.”O…aku tau yang
kamu maksud.Nanti kita aku akan akan menggoyangkan tumbuhan dengan tongkat
untuk memberi aba-aba agar kita meniupkan terompet,eh…peluit secara
bersamaan.Lalu kita arahkan cahaya senter ke arah mereka,”kata Lukman yang
menebak rencana Nadine.”Tepat sekali!Sambil nanti kamu berteriak dengan lantang
dan tegas.’Jangan bergerak.Kalian sudah dikepung.’Oke?”tanya Nadine.”Rencana
yang bagus.Kalau begitu,ayo segera kita lakukan.Nanti keburu mereka
pergi,”suruh Lukman.Akhirnya mereka berpencar sambil membawa peralatan yang
dibutuhkan.
Setelah mereka
telah siap dalam posisi masing-masing,keluarlah dua orang bertubuh besar sambil
membawa beberapa patung kuno.Segera saja Lukman menggoyangkan tumbuhan dengan
tongkat lalu disusul suara beberapa peluit dan cahaya senter yang mengarah ke
buronan itu.”Jangan bergerak!Kalian sudah dikepung.Ayo,semua berkumpul di
tengah dan duduk bersimpuh sambil mengangkat kedua tangan diatas kepala!Jangan
ada yang berani-berani melawan atau melarikan diri.Kami tidak segan-segan
menembak bagi yang melawan atau melarikan diri,”tegas Lukman dengan suara yang
lantang sampai-sampai menyiutkan nyali para buronan itu.
Selang
beberapa menit kemudian,datanglah paman Wawan dengan tiga orang polisi dan
beberapa warga.Lalu mereka menangkap pencuri arca-arca kuno tersebut dan
membawanya ke kantor polisi.”Pak,saya jangan ditangkap dong,pak.Bulan depan
saya mau melamar pacar saya,pak,”kata orang yang bertato paling
banyak.”Sudah!jangan bawel kamu!”bentak salah seorang polisi.”Ampun,pak.Saya
tidak bersalah.Si bos-lah biang keroknya,pak,”kata orang bertato itu lagi.”Enak
aja kamu,Parjo.Dia tuh pak biang keroknya.Bukan saya.Enak aja kamu bilang
begitu.Aku tempeleng kamu!”kata orang yang bertubuh agak bulat memarahi
temannya.”Suda-sudah!Kalian berdua biang keroknya,”kata polisi yang menggiring
mereka.
”Terima kasih adik-adik dan pak Wawan atas
bantuan dan kerja samanya.Selama ini anak buah saya susah sekali menangkap
penjahat ini.Mereka sudah tiga kali kabur dari penjara,Sekali lagi,terima
kasih,”kata bapak Kepala Polisi.”Sama-sama, pak polisi.Kita juga merasa senang
karena telah menyelamatkan arca-arca tersebut,”kata Nadine.”Kalau boleh tahu,
arca-arca tersebut setelah ini akan diletakkan di mana?”tanya Saleh.”Kita akan
meletakkannya di museum,”jawab polisi tersebut.Akhirnya setelah kejadian itu, Nadine
dan kawan-kawannya serta paman Wawan pulang ke rumah nenek Fedrian.
Di keesokan
harinya,suasana di kantor kecamatan di desa nenek Lukman ramai.Karena paman
Wawan,Saleh,Nadine dan kawan-kawannya memperolah hadiah dari bapak Bupati
,bapak Kepala Desa,bapak Kepala Kecamatan,dan bapak Kepala Polisi atas
keberanian dan usahanya dalam menggulung pencuri arca-arca kuno
Tanpa terasa
air mata Nadine berlinang.Ia menangis terharu.Tetapi bukan karena memperoleh
hadiah dan penghargaan, melainkan karena ia telah berhasil menyelamatkan
benda-benda bersejarah warisan nenek moyang yang bernilai tinggi dari tangan
orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Satu lagi
misteri di bukit Layon telah terjawab.Tak ada lagi misteri yang tersisa di
bukit Layon.
TAMAT
By:Hanun Qothrunnada Mudiantoro
SMP AL MIZAN KELAS VII
SURABAYA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar